Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian
rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan- Nya, termasuk
kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah Allah jamin
pemenuhannya. Adakah sungguh sungguh mencarinya atau tidak? Yang lebih
tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu
bukan sekadar wang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup,
keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki,
bahkan lebih tinggi nilainya dibanding wang ringgit.
Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Mengapa sukar memperolehi rizqi, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam perniagaan?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada keadaan atau situasi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apakah penyebabnya?
Allah adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada sesuatu yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.
Pertama, tahap tawakkal di hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah. Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah itu mengikut prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah, maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3.
Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita.
Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dsb akan membaut rezeki kita tidak berkah. Mungkin wang kita dapat, namun berkat dari wang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkat? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.
Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah. Bertanyalah, apakah aktiviti kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa solatt (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah contoh-contoh pekerjaan kita tidak berkat. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah. Sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah.
Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang kedekut, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya kurang. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Ertinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat (QS Al Baqarah [2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah, Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin.
Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Mengapa sukar memperolehi rizqi, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam perniagaan?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada keadaan atau situasi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apakah penyebabnya?
Allah adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada sesuatu yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.
Pertama, tahap tawakkal di hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah. Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah itu mengikut prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah, maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3.
Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita.
Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dsb akan membaut rezeki kita tidak berkah. Mungkin wang kita dapat, namun berkat dari wang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkat? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.
Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah. Bertanyalah, apakah aktiviti kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa solatt (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah contoh-contoh pekerjaan kita tidak berkat. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah. Sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah.
Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang kedekut, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya kurang. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Ertinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat (QS Al Baqarah [2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah, Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin.
KEBERKATAN rezeki
adalah antara perkara utama yang mesti dititikberatkan dalam hidup. Rezeki
bukan sekadar wang, harta, makanan dan minuman. Sebaliknya jodoh, anak,
pangkat, nama baik, kedudukan dan sebagainya juga boleh disebut sebagai rezeki.
Namun dalam
artikel kali ini saya merujuk rezeki kepada pendapatan yang kita perolehi sama
ada dengan bekerja sendiri, mengambil upah atau makan gaji. Rezeki yang dicari
dan diusahakan itu pula dibawa pulang ke rumah untuk diberi makan anak isteri.
Ada orang memandang ringan akan isu keberkatan rezeki ini. Pada mereka ia hanya
isu kecil yang tidak perlu diperbesarkan. Mereka ini tidak sedar wujudnya
kaitan langsung antara keberkatan rezeki dengan nasib, kualiti perhubungan,
kejayaan anak-anak, dan segala aspek kehidupan..
Ada beberapa sebab
yang boleh menyebabkan rezeki tidak berkat. Pertama, kerana ia jelas datang
dari sumber pendapatan yang haram seperti berjudi, rasuah, mencuri, menipu,
nombor ekor, pelaburan haram dan seumpamanya. Namun, ada yang tidak menyedari
bahawa secara halus rezeki itu boleh hilang keberkatan apabila kita yang
dibayar upah atau digajikan untuk melakukan sesuatu pekerjaan, atau memikul
sesuatu tugasan tetapi tidak melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Sebaliknya
apa yang berlaku ialah pelbagai masalah di tempat kerja seperti curi tulang,
datang lewat, malas, kerja tidak mencapai kualiti, melakukan kerja lain sewaktu
dalam masa bekerja, main-main, dengki, irihati dan seumpamanya.
Oleh itu eloklah dalam artikel kali ini kita lihat apakah antara tanda-tanda
keberkatan rezeki bagi membolehkan kita sama-sama melakukan audit diri atau
muhasabah.
* Hati semakin
dekat dengan Allah dan Jiwa Tenang
Tanda-tanda yang
pertama bahawa rezeki itu berkat ialah hati semakin dekat dengan Allah. Kita
bukan sahaja menjaga solat lima waktu sebaliknya ditambah dengan amalan-amalan
sunat. Mulut juga sentiasa berzikir dan suka pula membaca dan menelaah
al-Quran.
* Pemurah
Kita mudah untuk
memberi sedekah dan menunaikan zakat.
* Jauh daripada
kejahatan manusia dan bala
Kalau kita datang
lambat, malas, kerja tidak bersungguh-sungguh, hasil kerja tidak berkualiti dan
sebagainya, majikan akan menegur, menasihati dan mungkin mengambil tindakan.
Namun, gaji penuh tetap diberikan. Majikan tidak pernah mengaudit gaji kita.
Misalnya, katalah gaji kita ialah RM1500 sebulan. Disebabkan kita malas maka
majikan bayar RM1200 sahaja. Sebabnya, RM300 ringgit itu dipotong atas sikap
malas kita itu. Sebaliknya, apabila kita malas, majikan tidak pernah memotong
gaji bulanan kita. Namun, kita lupa bahawa Allah menjalankan auditnya. Maka
Allah tarik sebahagian rezeki itu dengan pelbagai ujian dan masalah dalam hidup
yang datang bertimpa-timpa seolah-olah kita memang bernasib malang. Bulan ini
telefon bimbit hilang, bulan depan kereta pula dipecah orang. Kalau begitulah
keadaannya maka eloklah kita audit gaji yang diterima setiap bulan sebab
bimbang kalau-kalau itulah punca kepada segala masalah tersebut.
* Keluarga harmoni
dan anak-anak cemerlang
* Sentiasa merasa
cukup dan syukur
Tiada ulasan:
Catat Ulasan